Beranda | Artikel
KELUARGA SAYANG KELUARGA MALANG
Selasa, 11 Oktober 2022

KELUARGA SAYANG KELUARGA MALANG

Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA

Setelah karunia iman, nikmat terbesar yang dikaruniakan Allah kepada kita adalah nikmat keluarga. Ayah, ibu, suami, istri dan anak. Orang-orang terdekat nan istimewa. Teman bercengkerama, serta tempat berbagi suka dan duka. Namun sayang beribu sayang, realita berkata bahwa banyak orang yang mengabaikan karunia istimewa tadi, dengan berbagai alasan. Kesibukan pekerjaan. Keasyikan menjalani hobi atau pertemanan di dunia nyata maupun maya. Hingga alasan yang paling parah, yaitu menerlantarkan keluarga akibat sibuk bermaksiat.

Padahal jika mau merenung sedikit, niscaya akan disadari betapa berharganya karunia ilahi tadi. Bukankah tidak sedikit orang yang merindukan kehadiran anak selama puluhan tahun, namun Allah belum mengaruniakannya? Apakah kita baru akan menyadari mahalnya nikmat keberadaan keluarga, hanya saat kehilangan mereka? Na’udzubillah min dzalik..

Berikut berbagai poin penting untuk menjaga kehangatan suasana kita dengan keluarga. Bukan hanya di dunia saja, namun kita juga berharap bisa berkumpul bersama mereka di surga Allah ta’ala.

Pertama: Prioritas

Muslim sejati tentu akan menomorsatukan hak Allah dalam kehidupannya. Setelah itu, hak keluarga yang harus diprioritaskan. Karena memang begitu yang diajarkan oleh agama. Ditambah lagi keluargalah yang bakal peduli pada kita, saat datang masa tua, bahkan ketika kita telah tiada.

Yakinlah bahwa orang yang bakal setia menemani kita di masa tua, bukan teman arisan, rekan bisnis, apalagi anggota puluhan grup WA yang kita ikuti. Namun suami atau istri atau putra-putri kita. Mereka pula yang akan rutin mendoakan kita, saat tubuh telah terbujur kaku berkalang tanah.

Kedua: Konsistensi

Membangun keharmonisan rumah tangga bukan pekerjaan sehari-dua hari, atau hanya saat bulan madu saja. Namun aktivitas seumur hidup. Selama hayat masih dikandung badan dan selama masih terikat hubungan pernikahan yang sah; maka hak dan kewajiban suami-istri masih berlaku terhadap pasangan tersebut.

Suami berkewajiban untuk membimbing istrinya secara rutin. Istri berkewajiban melayani suaminya secara baik. Orang tua berkewajiban mendidik anak-anaknya dengan panduan agama. Ini semua tidak bersifat insidentil. Bukan sekali dalam setahun hanya dalam momen tertentu, lalu setelahnya vakum hingga momen itu datang kembali.

Ketiga: Proporsionalitas

Masing-masing kita tentu memiliki kesibukan di luar rumah. Entah itu terkait langsung dengan roda kehidupan rumah tangga kita, seperti aktivitas mencari nafkah. Atau yang tidak berhubungan secara langsung, semisal beragam kegiatan menyalurkan hobi. Selama berbagai kesibukan itu dijalankan secara proporsional, insyaAllah tidak mengapa.

Namun yang kerap memicu masalah, adalah saat beragam kesibukan di luar rumah itu mengakibatkan keluarga kita terlantar. Barangkali bukan terlantar secara materi, sebab kebutuhan fisik mereka terpenuhi. Namun terlantar secara psikologis. Sebab anak jarang mendapatkan belaian dan dekapan kasih sayang ayah-bundanya. Sehingga status dia hanyalah anak biologis dari orang tuanya, bukan anak ideologis dari keduanya. Tragisnya yang dipercaya untuk membentuk karakter anak adalah pembantu rumah tangga, yang seringkali tingkat pendidikannya rendah. Bahkan mungkin bukan orang yang mengerti dan patuh beragama.

Kita harus pandai dan bijak dalam membagi waktu. Ada waktu untuk bekerja. Ada waktu untuk keluarga. Ada waktu untuk menyalurkan hobi. Jika terpaksa durasi yang tersedia untuk keluarga hanya sedikit, maka jangan sampai waktu mahal itu tidak berkualitas. Singkirkan gadget saat kita sedang makan bersama keluarga, atau di momen kita menemani anak sebelum tidurnya.

Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Jum’at, 1 Jumada Tsaniyah 1443 H / 4 Januari 2022


Artikel asli: https://tunasilmu.com/keluarga-sayang-keluarga-malang/